Selasa, 11 Januari 2011

SEMUA YANG ADA PASTI DICIPTAKAN DAN SEMUA YANG DICIPTAKAN MESTI MEMILIKI TUJUAN.

Itulah mission. Himpunan Mahasiswa Islam yang dilahirkan di tengah pergolakan fisik dan ideologi bangsa (5 Februari 1947), menjadikan dua mainstream (arus besar pemikiran) ke-Islaman dan ke-Bangsaanitu dalam landasan aksinya (eagen action), yakni sebagai interes group (kelompok kepentingan) dan preessure group ( kelompok penekan).
Kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah terutama nilai-nilai Islam secara normatif pada setiap level kemasyarakatan sedangkan pada posisi penekan keinginan sebagai pejuang Allah dalam melakukan pembebasan kepada kaum mustadafin (tertindas). Sedangkan sebagai khalifah, dituntut mengejawantahkan nilai-nilai ilahiyah di bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadiratnya meneladani dengan bingkai pengabdian kehadiratnya melahirkan konsekwensi untuk melakukan pembebasan (liberation) dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam kontek ini seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan.

Tugas yang lebih jelas dalam konsep khalifah di muka bumi adalah manusia harus tampil untuk melakukan sebuah perubahan sesuai misi yang diemban oleh para nabi yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.  Ini bermakna,  bahwa Islam adalah mencita-citakan terbentuknya suatu masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal broderhoood), egaliter (sejajar), demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization) serta secara istikamah (ajeg) melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindaas (mustadafin)

Mission adalah cita-cita yang dirumuskan dalam tujuan. HMI adalah anak kandung revolusi sekaligus anak kandung umat Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. Itulah kemudian menetapkan cita-cita pada Kongres I HMI di Yogyakarta, 30 November 1947, yang tertuang dalam Pasal 4 AD, membalik rumusan menjadi: (1). Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam; dan (2). Mempertinggi Derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia.  Intinya, HMI lebih memilih menjadi Anak Umat daripada Anak Bangsa. Kemudian disusul Kongres Bandung (4 Oktober 1955) yang memposisikan HMI sebagai Organisasi Kader,bukan organisasi massa yang sarat politik praktis. Maka dirumuskan tujuan HMI menjadi "Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam".  Lalu disempurnakan dalam Kongres X di Palembang (10 Oktober 1971)  dengan rumusan tujuan HMI berbunyi "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala".

Sebagai organisasi Kader, mengemban beban tugas suci itu dituntut memiliki komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqamah  dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran.
Seorang kader adalah tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar.  Fokusnya  memiliki watak pejuang yang menjadikan Islam sebagaiu doktrin kekaderannya sumber kebenaran yang paling hakiki.

Ada dua cita yang dirumuskan, yaitu "insan cita" dan "masyarakat cita" secara eksplisit berbicara tentang fungsi perkaderan dan peran perjuangan. Artinya, kader HMI harus mampu mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan yang ingin dibangun yakni: Terbinanya Insan Akademis Pencipta, Pengabdi yang Bernapaskan Islam dan  bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang di Ridhai Alllah SWT (AD HMI).
INSAN CITA – adalah dunia cita, ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI  dalam pribadi seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa 17 kualitas pribadi yang intinya sebagai gambaran "man of future"; yaitu insan pelopor-- berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan.
Secara konkrit dirumuskan dalam lima kualitas, yaitu:
(1)   Berkualitas insane akademis yang  ditandai dengan semangat pendidikan yang tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional obyektif dan kritis. Memiliki kempuan teoritis serta mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirasakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupun teknis dan sangup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
(2)   Kualitas Insan Pencipta . Yaitu sanggup melihat kemungkinan kemungkinan yang lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagsan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. Bersikap independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadri dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menemukan bentuk yang indah-indah. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan (amal shaleh) yang disemangati ajaran Islam. 
(3)   Kualitas Insan Pengabdi.Yakni Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat. Sadar membawa tugas insan pengabdi bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik. Insan pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
(4)   Kualitas Insan Cita yang Bernafaskan Islam. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memaknai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan mission Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya. Ajaran Islam telah berhasil membentuk "unity of personality" dalam dirinya. Nafas islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari keterpecahan jati diri (spilit personaliti) tidak pernah ada dilema antara dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim, insan ini telah meng-integrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
(5)   Kualitas Insan Bertanggungjawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang Diridhoi Allah SWT

MASYARAKAT CITA-- masyarakat Adil dan Makmur yang diridhai Allah SWT yang dimimpikan untuk diwujudkannya. Masyarakat yang bebas dari bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan.

Pertanyaannya; adakah hilai-nilai itu hidup ditubuh kader HMI  masa kini? Sebagai komunitas terdidik yang memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri dan lingkuang sosial, bangsa dan agama,; apakah kader. HMI masih mampu memberikan warna baru bagi dunia akademis dan gerakan mahasiswa? (Ditulis: Ampuh Devayan, kader biasa HMI)

Sumber asli: http://www.facebook.com/notes/ampuh-devayan/mission-hmi/10150285538720043

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan masukan komentar Anda di sini